Jakarta – Pemerintah mengumumkan bahwa kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12% turut menyasar sektor pendidikan. Namun, kriteria lembaga atau sekolah mana yang akan kena PPN 12% masih dirumuskan.

“Kriteria premium sedang rumuskan. Salah satu pendekatannya adalah SPP atau biaya kuliahnya mahal dan atau berstandar internasional,” kata Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Wahyu Utamo, Jumat (20/12/2024).

Merespons hal ini, pakar pendidikan dan Guru Besar Ekonomi di Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Dr R Agus Sartono, MBA, mengatakan bahwa PPN 12% untuk ‘pendidikan bertaraf Internasional’ dinilai tidak tepat.

Sebab, hal tersebut berseberangan dengan Pemerintah RI yang gencar mendorong pendidikan bisa bertaraf internasional.

“Bukankah Pemerintah sendiri yang gencar mendorong agar pendidikan kita memiliki kualitas bertaraf internasional,” ujarnya saat dihubungi Kamis, (19/12/2024).

Alasan PPN 12% Tidak Tepat terhadap ‘Pendidikan Bertaraf Internasional’
Prof Agus memberi beberapa alasan mengapa pengenaan PPN 12% terhadap ‘pendidikan bertaraf internasional’ tidak tepat.

Selama ini, di berbagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH) sudah berkembang International Undergraduate Program (IUP). Program ini tidak saja menyumbang pembiayaan bagi PTN BH, tetapi faktanya mampu menarik minat student exchange dari negara lain.

Dalam hal ini, menurutnya, keberadaan mahasiswa asing di PTN BH sangat penting dalam jangka panjang.

“Tidak saja kita melakukan ‘eksport jasa pendidikan’ tetapi juga akan memiliki Indonesianis yang sangat besar perannya dalam membangun hubungan bilateral antar negara,” katanya kepada detikEdu.

Lebih lanjut, Deputi Bidang Pendidikan dan Agama, Kemenko PMK periode 2014-2021 tersebut juga mengatakan bahwa melalui IUP, PTN BH mampu memberikan subsidi silang bagi anak-anak dari keluarga yang secara ekonomi kurang mampu, sehingga mereka mendapatkan akses pendidikan tinggi.

“Oleh sebab itu rencana pengenaan PPN 12% terhadap ‘pendidikan bertaraf internasional’ sangat tidak tepat dan sebaiknya dibatalkan,” tegasnya.

Sektor Pendidikan Bebas dari PPN
Sebelumnya, sektor pendidikan secara umum terbebas dari pengenaan PPN. Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2022.

Pada Pasal 10, terdapat 12 jasa yang dibebaskan dari PPN, mulai dari jasa kesehatan, pengiriman surat, hingga jasa pendidikan. Namun, pada Senin (16/12/2024) lalu, pemerintah mengumumkan bahwa jasa premium termasuk sektor pendidikan terkena kenaikan PPN 12% per Januari 2025.

Pemerintah beralasan, pengenaan pajak pada lembaga pendidikan ‘premium’ atau mewah ditujukan demi keadilan dan gotong royong.

Share.
Leave A Reply

Exit mobile version