Bandung – Anggota Komisi 5 DPRD Jabar, Aten Munajat menyoroti soal upah tenaga kerja di Jabar. Jelang keputusan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2025, ia telah mendengar adanya kabar para buruh mengusulkan kenaikan.
Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Judicial review 21 poin penting terkait uji materi UU nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang diajukan oleh Partai Buruh dan enam pemohon lainnya. Adapun salah satu pasalnya mengenai upah buruh.
Beberapa desakan buruh, salah satunya dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Barat mengusulkan agar penetapan Upah Minimum Tahun 2025 tidak lagi menggunakan formula indeks tertentu (alfa) 01 sampai dengan 03, melainkan harus mengacu pada putusan MK, yang diusulkan seharusnya naik 10 persen, berdasarkan hitungan dari pertumbuhan ekonomi 5,2 persen kemudian inflasi 2,73 persen, dan ditambahkan indeks tertentu kontribusi buruh.
“Ya kami sudah mendengar, tapi itu masih menunggu Pemerintah Pusat. Kami akan dorong, bahwa idealnya UMK di Jawa Barat harus cukup untuk memenuhi standar hidup yang layak bagi pekerja dan keluarganya,” ucap Aten, Selasa (19/11/2024).
Anggota Fraksi PPP itu mengatakan Komisi 5 akan mendorong pada Pemprov Jabar dan pemerintah terkait, supaya keputusan UMK dan UMP memperhatikan kebutuhan masyarakat. Aten mencermati bahwa ada banyak kebutuhan masyarakat Jabar yang harus diperhatikan Pemerintah.
Ia pun bersama Komisi 5 akan membahas dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Barat. Namun sejauh ini memang Pemprov Jabar telah memastikan pembahasan ini akan menunggu terlebih dahulu aturan dari pemerintah pusat, setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi UU nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
“Harus mencakup kebutuhan pokok seperti pangan, tempat tinggal, transportasi, dan pendidikan. Selain itu, UMK juga harus mempertimbangkan daya saing industri dan potensi pertumbuhan ekonomi daerah tersebut,” sambungnya.
Sementara itu Plh Kepala Disnakertrans Jawa Barat, Arief Nadjemudin juga mengungkap hal serupa. Pihaknya masih menunggu surat edaran (SE) dari pusat. Terkait putusan MK, nantinya akan ada pembahasan dengan seluruh kabupaten dan kota, namun tetap harus menunggu SE tersebut.
Disinggung soal kemungkinan akan menggunakan peraturan lain untuk menentukan upah buruh, Arief memastikan, Pemprov Jawa Barat akan tetap mengikuti semua keputusan pemerintah pusat, termasuk hasil putusan MK mengenai UU Ciptaker.
“Kami menunggu surat edaran dari pusat. Pasti menyesuaikan dengan putusan MK,” ucapnya.
Setelah SE keluar, Disnakertrans dipastikannya akan langsung membahas UMP dan UMK bersama dengan unsur terkait lainnya. Artinya, pertemuan dengan serikat buruh turut digelar untuk membahas dan menindaklanjuti arahan pusat.
“Kami menyesuaikan saja dengan aturan nanti dengan Tripartit juga nanti setelah ada surat edaran kita bahas di dewan pengupahan,” sambung dia.
Sementara itu Pj Gubernur Jabar, Bey Machmudin mengatakan hal senada. Pemprov Jabar menanti keputusan pemerintah pusat, yang kemungkinan batas waktu penetapannya bergeser.
“Belum. Itu kan nunggu dulu dibahas lebih di pusat. Ya kami menunggu. Pasti MK harus ditaati, tapi berapa-berapanya kami tidak tahu. (Kapan?) Katanya informasi akan bergeser ya,” kata Bey.
“Tapi yang pasti kan seragam, artinya secara bersama-sama, tapi masih menunggu hitungan-hitungan seberapa. Saya rasa semua pemangku kepentingan akan terlibat dalam keputusan itu. Pastinya dengan Dewan Pengupahan dan sebagainya,” imbuh dia.
Dikutip dari ( Detikjabar.com )